Telaah Kritis Terhadap Perkawinan Usia Muda Menurut Hukum Islam

Telaah Kritis Terhadap Perkawinan Usia Muda Menurut Hukum Islam


Diskursus perkawinan usia muda selalu menjadi perdebatan dalam pemikiran hukum Islam. Studi ini menganalisis perbedaan pendapat di kalangan ahli fikih dalam menentukan batasan umur (balīgh, iḥtilām, rushd) yang berimplikasi pada hak ijbār dalam perkawinan. Kalangan ulama Syafiiyah memperbolehkan hak ijbār dengan persyaratan yang amat sulit dan rigid, sedangkan Ibnu Syubrumah, Abu Bakar, Al-A’sham dan Al-Batii tidak membolehkan hak ijbār, bahkan perkawinannya dianggap batal atau tidah sah. Studi ini menemukan bahwa perkawinan usia muda ditentukan oleh kemaslahatan yang timbul akibat perkawinan. Studi ini berimplikasi pada implementasi maṣlaḥah mursalah sebagai salah satu alternatif dalam menetapkan hukum tentang batasan usia pernikahan di Indonesia.

Batasan usia kedewasaan untuk menikah termasuk masalah ijtihādī dan tidak termasuk ke dalam syarat rukun nikah. Usia dewasa pada dasarnya ditentukan dengan umur dan tanda-tanda. Laki-laki  baligh ditandai dengan ihtilām, yakni keluarnya (air mani), sedangkan perempuan baligh ditandai dengan menstruasi atau haid yang dalam fikih Syāfi’ī minimal dapat terjadi pada usia 9 tahun. Selain itu, baligh ditentukan berdasarkan usia. Misalnya kerasnya suara, tumbuhnya bulu ketiak, atau tumbuhnya bulu kasar di sekitar kemaluan. Fuqaha’, seperti Abū Ḥanīfah berpendapat usia baligh bagi laki-laki adalah 18 tahun dan perempuan adalah 17 tahun. 

Abū Yūsuf Muhammad bin Ḥasan dan Al-Syāfi’ī menyebut usia 15 tahun baik untuk laki-laki maupun perempuan. Basis argumentasi yang paling krusial tentang perkawinan usia muda dalam konteks ahli fikih yaitu, faktor ada tidaknya unsur kemaslahatan atau ada tidaknya kekhawatiran terhadap kemungkinan terjadinya hubungan seksual yang tidak dibenarkan oleh agama. Adapun solusi yang ditawarkan untuk menjawab persoalan adalah maṣlaḥah mursalah sebagai salah satu alternatif dalam menetapkan hukum tentang batasan usia pernikahan di Indonesia. 

Maṣlāhah mursalah ialah kemaslahatan yang tidak disyariatkan oleh Syāri’ dalam wujud hukum dalam rangka menciptakan kemaslahatan. Dalam kontek keindonesian, kedewasaan dipandang dari sisi usia berbeda-beda, perkawinan sebaiknya dilakukan laki-laki berusia antara 25 sampai 30 tahun dan bagi perempuan 20 sampai 25 tahun atas dasar kesehatan. Lain halnya dengan ahli jiwa agama yang menilai kematangan beragama pada seseorang tidak terjadi sebelum usia 25 tahun bagi laki-laki, karena zaman modern menuntut untuk mewujudkan kemaslahatan dan menghindari kerusakan, baik dari segi kesehatan maupun tanggung jawab sosial.

Untuk mengetahui kelengkapannya dapat dilihat pada laman di bawah ini 👇👇


Jangan lupa komentar yaa 😊

1 komentar: